Jumat, 22 Januari 2010

ISLAM IDEAL ADALAH ISLAM YANG MEMBERI MANFAAT BAGI ORANG LAIN

Idul fitri adalah momentum lahirnya manusia muslim ideal, manusia muslim paripurna. Sebab puasa ramadhan telah menempa umat Islam dengan nilai-nilai berikut

Pertama, Mendidik dan melatih manusia untuk mengekang kesenangan perut agar tidak diperhamba atau diperbudak oleh perutnya. Ini terkandung di dalam pengekangan diri dari makan dan minum.

Pada dasarnya, makan dan minum itu adalah halal. Akan tetapi jika melampaui batas, yang halal itu akan menjadi haram, dan perbuatan itu dibenci oleh Allah dan disukai oleh syaitan.

Dengan puasa, makan dan minum yang terkadang melampaui batas itu dapat kembali diseimbangkan. Sehingga ketika tiba hari kemenangan ini, umat Islam yang telah berhasil dalam puasanya, mampu mengendalikan diri dari yang halal, terlebih lagi dari makanan, minuman yang memang diharamkan oleh Allah. Begitu pula cara memperoleh makanan dan minuman itu, tidak lagi menempuh cara-cara yang menyalahi ajaran agama yang mulia ini.

Kesadaran yang telah lahir kembali di dalam jiwa kita di hari yang suci ini, akan mampu membawa kita kepada aktifitas yang suci pula pada hari-hari mendatang. Tiada lagi cara-cara kotor dalam memperoleh nafkah, seperti yang belakangan ini marak terjadi di tengah-tengah masyarakat, seperti penimbunan bahan kebutuhan pokok masyarakat, kecurangan dalam jual beli, daging ayam disuntik air, daging sapi digelonggong, beras diberi zat pemutih, barang yang kadaluarsa dicampur dengan barang yang baru dan berbagai praktek curang, yang tidak hanya merugikan kita secara materil, akan tetapi bisa merenggut jiwa kita secara perlahan. Tidakkah di dalam tadarus Al-Qur'an kita, kita membaca kisah kaum Nabi Syu'aib, yang dimusnahkan Allah dengan bencana yang amat pedih. Azab dan siksaan itu mereka peroleh karena mereka curang dalam takaran dan timbangan ketika berjual beli. Padahal apa yang kita temukan di dalam kehidupan kita sehari-hari, pola laku sebagian kita itu lebih parah dari pola laku kaum Nabi Syuaib. Konsekuensinya sebagai sunnatullah, maka jika kita tidak segera menyadari itu, boleh jadi bencana, azab dan siksa-Nya pun akan lebih hebat dari apa yang telah dialami kaum Nabi Syuaib.

Hawa nafsu untuk mendapatkan sesuatu jika tidak mampu dikendalikan akan mendorong seseorang untuk menghalalkan segala cara. Sebab hawa nafsu tidak pernah puas dan selalu mengajak kepada hal-hal yang bersifat negatif. Ia bagaikan air laut. Semakin diminum, semakin mengundang dahaga.

Semoga dengan usainya puasa, dan dengan sucinya kita dari dosa-dosa yang telah lalu, catatan kelam dosa-dosa itu segera kita tinggalkan. Hawa nafsu mampu kita kendalikan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.

Kedua, Mendidik manusia untuk secara sadar melatih mengekang nafsu syahwat agar terhindar dari perbuatan-perbuatan keji dan kotor. Ajaran ini terkandung di dalam larangan melakukan hubungan badan, walaupun dengan isteri sepanjang siang hari Ramadhan.

Dengan nilai ini, diharapkan dengan usainya puasa Ramadhan akan lahir, manusia-manusia suci yang menegakkan sifat adil di dalam dirinya, yaitu dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama. Bukan malah sebaliknya, menjadikannya sebagai tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agama. Dengan sifat ini, ia takut melakukan penyelewengan-penyelewengan sebagaimana ia takut jika dilemparkan ke dalam api neraka.

Perbuatan zina, atau dengan bahasa-bahasa yang kelihatannya lebih sopan, seperti selingkuh, orang ketiga, wanita idaman lain adalah penyimpangan syahwat yang dituruti di dalam tatanan masyarakat. Allah berfirman:

" Janganlah kalian mendekati zina dengan melakukan hal-hal yang mengarah kepadanya. Sebab zina adalah perbuatan keji yang sangat jelas keburukannya. Jalan itu adalah merupakan jalan yang paling buruk."

Jalan yang paling buruk bertentangan dengan ajaran agama kita yang selalu mengajak kepada jalan lurus, jalan hidayah dan jalan yang membawa kepada ketenteraman hidup.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.

Kaum muslimin muslimat jamaah 'id yang berbahagia,

Ketiga, Menanamkan kebiasaan untuk mengawasi diri sendiri, karena yakin bahwa segala perbuatan pasti dapat dilihat oleh Allah, walau bagaimanapun jelinya orang merahasiakannya.

Puasa mengandung nilai ihsan, yaitu merasakan pengawasan Allah, di manapun dan kapanpun ia berada. Allah Maha Tahu segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Tindakan dan perbuatan yang lahir, ucapan yang keluar senantiasa terkontrol oleh kesadaran akan pengawasan Allah.

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat penjaga yang siap mencatatnya."

Keempat, Menanamkan sifat sabar dan tabah dalam hati setiap muslim dalam menghadapi segala godaan dan cobaan hidup yang pada dasarnya merupakan ujian keimanan dari Allah swt.

Puasa dengan nilai ini akan melahirkan muslim yang memiliki kecerdasan emosional, yang mampu mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran menghadapi segala tantangan dan ujian. Sebuah hadis Rasulullah saw, dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:

إذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث ولا يصخب فإن سابّه أحد أو قاتله فليقل: إنّى صائم.

"Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan kata-kata buruk, jangan juga berteriak memaki. Bila ada yang memakinya, atau mengutuknya, maka hendaklah dia berucap: "Aku sedang puasa."

Seseorang yang telah melakukan puasa, akan mengaplikasikan nilai ini pada kehidupan sehari-harinya. Ia mengendalikan hawa nafsunya. Ia menjadi cerdas secara emosional, sehinga ia akan bertindak dan berbicara pada saat diperlukan, dengan kadar yang proporsional, serta pada waktu dan tempat yang tepat. Rasulullah saw. adalah manusia teladan, dan panutan utama dalam hal ini. Ia tidak banyak bicara, tidak berkata kecuali atas dasar kebenaran, bekerja keras, dan tidak melakukan hal-hal yang sia-sia, tidak mendatangkan manfaat. Dari segi emosional antara lain, di dalam sejarah Nabi, tersebut bagaimana beliau menolak permintaan gunung thaif yang akan mengubur hidup-hidup bangsa thaif yang menjawab dakwah Rasulullah dengan penganiayaan, sehingga beliau terluka. Beliau berkata, bahwa mereka melakukan itu sebab mereka belum mengetahui arti dakwahnya.

Kesabaran dan ketabahannya di dalam dakwah membuahkan hasil gemilang dengan terbentuknya negara Madinah. Dengan demikian di dalam kehidupan kita ini keberhasilan dan kesuksesan, dunia dan akhirat, insya Allah mampu dicapai dengan kesabaran dan ketabahan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.

Kelima, Melahirkan manusia yang bermanfaat bagi orang banyak, dengan adanya amalan-amalan, memberi makan orang miskin, anjuran memperbanyak sedekah dan infaq dan membayar zakat fitrah pada bulan ramadhan.

Nilai ini kemudian melahirkan manusia-manusia muslim yang membawa manfaat, tidak hanya kepada sesama muslim akan tetapi juga kepada umat manusia. Rasulullah bersabda:

خير الناس أنفعهم للناس

"Sebaik-baik manusia itu adalah yang paling banyak mendatangkan manfaat bagi manusia."

Puasa dimaksudkan tidak hanya pengayaan amalan-amalan personal, akan tetapi juga amalan-amalan sosial. Bukankah Ramadhan ini kita tutup dengan membayar zakat fitrah yang merupakan manifestasi keberhasilan kita mengembangkan semangat sosial dan kepedulian yang tinggi kepada masyarakat dan lingkungan sekitar. Memiliki kepekaan dan kepedulian pada lingkungan adalah salah satu perwujudan derajat "la'allakum tattaqun" yang merupakan tujuan pensyariatan ibadah puasa. Sedangakan orang-orang yang bertaqwa itu didefinisikan oleh Al-Qur'an dalam QS. Ali 'Imran (3): 134:

"Mereka adalah orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, baik dalam keadaan cukup, kurang, mampu maupun tidak mampu, demi mendapatkan perkenan Allah. Kemudian, di samping itu, juga menahan marah sehingga tidak sampai membalas terutama kepada orang yang berbuat tidak baik kapada mereka, bahkan memaafkannya. Mereka itu termasuk orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah akan selalu memberi pahala dan perkenan- Nya kepada orang-orang seperti ini.

Manusia muslim adalah manusia yang selalu membawa manfaat, kedamaian, dan ketenteraman di tengah-tengah masyarakatnya. Manusia yang selalu menganjurkan dan mencontohkan perbuatan-perbuatan baik, dan selalu mencegah dan menghindari perbuatan yang mungkar, aniaya lagi keji dan merugikan kepentingan masyarakat banyak.

Rasulullah sebenarnya telah menggambarkan gambaran ideal seorang muslim, di dalam sebuah sabdanya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده

Seorang muslim adalah orang yang membuat sesama muslim atau orang lain selamat dari perbuatan tangan dan ucapan lidahnya.

Seorang muslim tidak hanya membawa manfaat, akan tetapi lebih awal adalah menghindarkan orang lain dari gangguan yang ditimbulkan oleh ucapan dan perbuatannya.

Alangkah indahnya Islam, dan alangkah eloknya, jika tiap-tiap muslim mentransformasikan pengertian ini sebagai pandangan dan sikap hidup di dalam kehidupan sehari-harinya, di dalam berbagai aktifitas kehidupan di dunia yang fana ini.

Dengan pengertian ini, maka tiap-tiap muslim secara pribadi-pribadi mampu menunjukkan betapa ajaran Islam membawa rahmat bagi umat manusia. Dan secara otomatis, kita tidak lagi menganggap orang-orang yang senantiasa menimbulkan ketidak tenangan, ketidak tentraman, teror, perusakan, sebagai bagian dari umat Islam, sebagaimana Rasulullah secara tegas mengeluarkan orang-orang-orang yang berbuat demikian dari golongan umat Islam.

من حمـل علينا السلاح فليس منـا

"Barang siapa, yang membuat ketakutan, menghunuskan senjata kepada sesama manusia untuk melukainya bukan karena kebenaran, maka ia tidak termasuk dalam golonganku."

Begitu pula yang mengganggu aktifitas perekonomian dengan perbuatan-perbuatan curang yang merugikan masyarakat, juga dikeluarkan Rasulullah dari golongan umat Islam:

من غـشَّ فليس منـَّا

"Barang siapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golonganku."

Ibadah puasa yang telah usai kita lakukan adalah latihan dan pembinaan jiwa umat Islam, untuk mewujudkan nilai-nilai ini di dalam kehidupan di atas dunia ini pada hari-hari mendatang. Karena itu hari ini kita merayakan kemenangan kita dari sikap dan pola-pola hidup negatif itu. Marilah kita jaga kemampuan kita mengendalikan diri, mengekang hawa nafsu yang setiap saat, di mana saja dan dengan cara-cara apa saja selalu menggoda kita. Marilah kita, menjaga itu, sehingga setiap saat kita dapat merasakan kegembiraan seperti kegembiraan pada hari yang fitri ini. Marilah kita wujudkan di dalam diri kita masing-masing sosok manusia muslim yang ideal, manusia muslim paripurna seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Mewujudkan dalam diri kita sosok muslim yang sesungguhnya adalah prasyarat utama kehidupan yang bahagia, tentram dan damai di atas bumi Indonesia ini. Marilah dengan momentum idul fitri tahun ini kita buka lembaran baru kehidupan kita. Krisis yang melanda negeri kita ini yang telah menahun, marilah kita mulai dengan menyingkirkan krisis yang ada di dalam diri kita dengan menyucikan pikiran, dan membersihkan tingkah laku kita dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang telah kita raih pada puasa ramadhan yang baru saja berlalu. Mulailah dari kita dan mulailah dari sekarang. Amiiiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar